Rabu, 05 Desember 2012


Antibiotik pada Kehamilan

 
Kesehatan ibu saat kehamilan sangat menentukan perkembangan janin. Berbagai macam penyakit mulai ringan hingga berat bisa saja terjadi. Tidak jarang untuk menghilangkan rasa sakit yang ditimbulkan pada akhirnya ibu mengkonsumsi berbagai obat. Namun banyak obat-obatan yang dikonsumsi ibu dapat masuk dalam plasenta dan mempengaruhi janin. Oleh karena itu, baik pemberian dan pembelian obat perlu dilakukan dengan hati-hati.
Ada kalanya, ibu hamil yang mengalami infeksi memerlukan penggunaan antibiotik sebagai pilihan obat. Sebagian antibiotik pada semua fase kehamilan aman dikonsumsi, sebagian lagi dikontraindikasikan pada fase tertentu, dan ada juga yang dikontraindikasikan untuk semua fase kehamilan.
Berdasarkan indeks keamanan obat pada kehamilan menurut United States Food and Drug Administration (US FDA), klasifikasi obat berdasarkan tingkat keamanan penggunaannya selama kehamilan  dibagi dalam lima kategori. Lima kategori tersebut terdiri dari A, B, C, D, dan X, dengan urutan yang paling aman hingga paling berbahaya.
Pada ibu hamil, penggunaan antibiotik dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
  1. Antibiotik yang dianggap aman
  2. Atibiotik yang harus diberikan secara hati-hati
  3. Antibiotik yang merupakan kontraindikasi

1. Antibiotik yang dianggap aman
Kenyataannya amat jarang obat yang termasuk kategori A, bahkan vitamin pun tergolong kategori B. Beberapa golongan antibiotik A:
  • Golongan Penisilin dengan ikatan protein rendah mampu melintasi plasenta dengan mudah dan dianggap aman untuk digunakan namun beberapa golongan Metiltetrazoletiol harus digunakan lebih hati-hati.
  • Golongan Makrolid tidak menunjukkan efek samping yang berbahaya untuk janin, tetapi tetap diperhatikan kontraindikasi pada kehamilan.
  • Golongan Nitrofurantion dan metronidazol juga dapat dianggap aman.

2. Antibiotik yang harus digunkaan hati-hati
Obat yang termasuk kelompok ini hanya boleh digunakan dalam kondisi tertentu yang sangat diperlukan. Golongan antibiotik B diantaranya adalah Fluorokuinolon, Kontrimoksazol, dan Kloramfenikol. Pada Kloramfenikol sebaiknya tidak digunakan selama kehamilan, kecuali bila obat lain yang lebih aman tidak bisa digunakan.  

3. Antibiotik yang merupakan kontraindikasi
Antibiotik yang termasuk dalam golongan C adalah Tetrasiklin dan Aminoglikosida. Tetrasiklin bila diberikan pada periode perkembangan tulang dan gigi (bulan keempat dan kelima gestasi) menimbulkan yellow dyscoloration yang akan mempengaruhi gigi dan tulang yang sedang dibentuk.  Sedangkan Aminoglikosida harus digunakan secara hati-hati pada trimester kedua.
Disimpulkan oleh: Linda Wati dari buku berjudul Penyakit-Penyakit Pada Kehamilan: Peran Seorang Internis, diterbitkan oleh Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.



PENGGUNAAN OBAT- OBAT YANG DIGUNAKAN PADA MASA KEHAMILAN

I. PENDAHULUAN

Pemakaian obat pada kehamilan merupakan salah satu masalah pengobatan yang penting untuk diketahui dan dibahas. Hal ini mengingat bahwa dalam pemakaian obat selama kehamilan, tidak saja dihadapi berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada ibu, tetapi juga pada janin. Hampir sebagian besar obat dapat melintasi sawar darah/plasenta, beberapa diantaranya mampu memberikan pengaruh buruk, tetapi ada juga yang tidak memberi pengaruh apapun. Beberapa jenis obat dapat menembus plasenta dan mempengaruhi janin dalam uterus, baik melalui efek farmakologik maupun efek teratogeniknya. Secara umum faktor-faktor yang dapat mempengaruhi masuknya obat ke dalam plasenta dan memberikan efek pada janin adalah:

a. sifat fisikokimiawi dari obat
b. kecepatan obat untuk melintasi plasenta dan mencapai sirkulasi janin
c. lamanya pemaparan terhadap obat
d. bagaimana obat didistribusikan ke jaringan-jaringan yang berbeda pada janin
e. periode perkembangan janin saat obat diberikan dan
f. efek obat jika diberikan dalam bentuk kombinasi.
Kemampuan obat untuk melintasi plasenta tergantung pada sifat lipofilik dan ionisasi obat. Obat yang mempunyai lipofilik tinggi cenderung untuk segera terdifusi ke dalam serkulasi janin. Contoh, tiopental yang sering digunakan pada seksio sesarea, dapat menembus plasenta segera setelah pemberian, dan dapat mengakibatkan terjadinya apnea pada bayi yang dilahirkan. Obat yang sangat terionisasi seperti misalnya suksinilkholin dan d-tubokurarin, akan melintasi plasenta secara lambat dan terdapat dalam kadar yang sangat rendah pada janin. Kecepatan dan jumlah obat yang dapat melintasi plasenta juga ditentukan oleh berat molekul. Obat-obat dengan berat molekul 250-500 dapat secara mudah melintasi plasenta, tergantung pada sifat lipofiliknya, sedangkan obat dengan berat molekul > 1000 sangat sulit menembus plasenta. Kehamilan merupakan masa rentan terhadap efek samping obat, khususnya bagi janin. Salah satu contoh yang dapat memberikan pengaruh sangat buruk terhadap janin jika diberikan pada periode kehamilan adalah talidomid, yang memberi efek kelainan kongenital berupa fokomelia atau tidak tumbuhnya anggota gerak. Untuk itu, pemberian obat pada masa kehamilan memerlukan pertimbangan yang benar-benar matang.

II. FARMAKOKINETIKA OBAT SELAMA KEHAMILAN
2.1 Absorpsi
Pada awal kehamilan akan terjadi penurunan sekresi asam lambung hingga 30-40%. Hal ini menyebabkan pH asam lambung sedikit meningkat, sehingga obat-obat yang bersifat asam lemah akan sedikit mengalami penurunan absorpsi. Sebaliknya untuk obat yang bersifat basa lemah absorpsi justru meningkat. Pada fase selanjutnya akan terjadi penurunan motilitas gastrointestinal sehingga absopsi obat-obat yang sukar larut (misalnya digoksin) akan meningkat, sedang absopsi obat-obat yang mengalami metabolisme di dinding usus, seperti misalnya klorpromazin akan menurun.

2.2 Distribusi
Pada keadaan kehamilan, volume plasma dan cairan ekstraseluser ibu akan meningkat, dan mencapai 50% pada akhir kehamilan. Sebagai salah satu akibatnya obat-obat yang volume distribusinya kecil, misalnya ampisilin akan ditemukan dalam kadar yang rendah dalam darah, walaupun diberikan pada dosis lazim. Di samping itu, selama masa akhir kehamilan akan terjadi perubahan kadar protein berupa penurunan albumin serum sampai 20%. Perubahan ini semakin menyolok pada keadaan pre-eklamsia, di mana kadar albumin turun sampai 34% dan glikoprotein meningkat hingga 100%. Telah diketahui, obat asam lemah terikat pada albumin, dan obat basa lemah terikat pada alfa-1 glikoprotein. Konsekuensi, fraksi bebas obat-obat yang bersifat asam akan meningkat, sedangkan fraksi bebas obat-obat yang bersifat basa akan menurun. Fraksi bebas obat-obat seperti diazepam, fenitoin dan natrium valproat terbukti meningkat secara bermakna pada akhir kehamilan.
2.3 Eliminasi
Pada akhir masa kehamilan akan terjadi peningkatan aliran darah ginjal sampai dua kali lipat. Sebagai akibatnya, akan terjadi peningkatan eliminasi obat-obat yang terutama mengalami ekskresi di ginjal. Dengan meningkatnya aktivitas mixed function oxidase, suatu sistem enzim yang paling berperan dalam metabolisme hepatal obat, maka metabolisme obat-obat tertentu yang mengalami olsidasi dengan cara ini (misalnya fenitoin. fenobarbital, dan karbamazepin) juga meningkat, sehingga kadar obat tersebut dalam darah akan menurun lebih cepat, terutama pada trimester kedua dan ketiga. Untuk itu, pada keadaan tertentu mungkin diperlukan menaikkan dosis agar diperoleh efek yang diharapkan.

III. PENGARUH OBAT PADA JANIN
Pengaruh buruk obat terhadap janin dapat bersifat toksik, teratogenik maupun letal, tergantung pada sifat obat dan umur kehamilan pada saat minum obat. Pengaruh toksik adalah jika obat yang diminum selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologik atau biokimiawi dari janin yang dikandung, dan biasanya gejalanya baru muncul beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat bersifat teratogenik jika menyebabkan terjadinya malformasi anatomik pada petumbuhan organ janin. Pengaruh teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis subletal. Sedangkan pengaruh obat yang bersifa letal, adalah yang mengakibatkan kematian janin dalam kandungan. Secara umum pengaruh buruk obat pada janin dapat beragam, sesuai dengan fase-fase berikut :
1. Fase implantasi, yaitu pada umur kehamilan kurang dari 3 minggu. Pada fase ini obat dapat memberi pengaruh buruk atau mungkin tidak sama sekali. Jika terjadi pengaruh buruk biasanya menyebabkan kematian embrio atau berakhirnya kehamilan (abortus).
2. Fase embional atau organogenesis, yaitu pada umur kehamilan antara 4-8 minggu. Pada fase ini terjadi diferensiasi pertumbuhan untuk terjadinya malformasi anatomik (pengaruh teratogenik). Berbagai pengaruh buruk yang mungkin terjadi pada fase ini antara lain :
- Gangguan fungsional atau metabolik yang permanen yang biasanya baru muncul kemudian, jadi tidak timbul
secara langsung pada saat kehamilan. Misalnya pemakaian hormon dietilstilbestrol pada trimester pertama kehamilan terbukti berkaitan dengan terjadinya adenokarsinoma vagina pada anak perempuan di kemudian hari (pada saat mereka sudah dewasa).
- Pengaruh letal, berupa kematian janin atau terjadinya abortus.
- pengaruh subletal, yang biasanya dalam bentuk malformasi anatomis pertumbuhan organ, seperti misalnya fokolemia karena talidomid.
3. Fase fetal, yaitu pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Dalam fase ini terjadi maturasi dan pertumbuhan lebih lanjut dari janin. Pengaruh buruk senyawa asing terhadap janin pada fase ini tidak berupa malformasi anatomik lagi. tetapi mungkin dapat berupa gangguan pertumbuhan, baik terhadap fungsi-fungsi fisiologik atau biokimiawi organ-organ. Demikian pula pengaruh obat yang dialami ibu dapat pula dialami janin, meskipun mungkin dalam derajat yang berbeda. Sebagai contoh adalah terjadinya depresi pernafasan neonatus karena selama masa akhir kehamilan, ibu mengkonsumsi obat-obat seperti analgetika-narkotik; atau terjadinya efek samping pada sistem ekstrapiramidal setelah pemakaian fenotiazin.

III. PENGUNAAN BEBERAPA OBAT SELAMA MASA KEHAMILAN
3.1 Antibiotik dan antiseptik
Infeksi pada saat kehamilan tidak jarang terjadi, mengingat secara alamiah risiko terjadinya infeksi pada periode ini lebih besar, seperti misalnya infeksi saluran kencjng karena dilatasi ureter dan stasis yang biasanya muncul pada awal kehamilan dan menetap sampai beberapa saat setelah melahirkan. Dalam menghadapi kehamilan dengan infeksi,
pertimbangan pengobatan yang harus diambil tidak saja dari segi ibu, tetapi juga segi janin, mengingat hamper semua antibiotika dapat melintasi plasenta dengan segala konsekuensinya. Berikut akan dibahas antibiotika yang dianjurkan maupun yang harus dihindari selama kehamilan, agar di samping tujuan terapetik dapat tercapaisemaksimal mungkin, efek samping pada ibu dan janin dapat ditekan seminimal mungkin.
3.1.1 Penisilin
Obat-obat yang termasuk dalam golongan penisilin dapat dengan mudah menembus plasenta dan mencapai kadar terapetik baik pada janin maupun cairan amnion. Penisilin relatif paling aman jika diberikan selama kehamilan, meskipun perlu pertimbangan yang seksama dan atas indikasi yang ketat mengingat kemungkinan efek samping yang dapat terjadi pada ibu.
- Ampilisin:
Segi keamanan baik bagi ibu maupun janin relatif cukup terjamin. Kadar ampisilin dalam sirkulasi darah janin meningkat secara lambat setelah pemberiannya pada ibu dan bahkan sering melebihi kadarnya dalam sirkulasi ibu. Pada awal kehamilan, kadar ampisilin dalam cairan amnion relatif rendah karena belum sempurnanya ginjal janin, di samping meningkatnya kecepatan aliran darah antara ibu dan janin pada masa tersebut. Tetapi pada periode akhir kehamilan di mana ginjal dan alat ekskresi yangi lain pada janin telah matur, kadarnya dalam sirkulasi janin justru lebih tinggi dibanding ibu. Farmakokinetika ampisilin berubah menyolok selama kehamilan. Dengan meningkatnya volume plasma dan cairan tubuh, maka meningkat pula volume distribusi obat. Oleh sebab itu kadar ampisilin pada wanita hamil kira-kira hanya 50% dibanding saat tidak hamil. Dengan demikian penambahan dosis ampisilin perlu dilakukan selama masa kehamilan.
- Amoksisilin :
Pada dasarnya, absorpsi amoksisilin setelah pemberian per oral jauh lebih baik dibanding ampisilin. Amoksisilin diabsorpsi secara cepat dan sempurna baik setelah pemberian oral maupun parenteral. Seperti halnya dengan ampisilin penambahan dosis amoksisilin pada kehamilan perlu dilakukan mengingat kadarnya dalam darah ibu maupun janin relatif rendah dibanding saat tidak hamil. Dalam sirkulasi janin, kadarnya hanya sekitar seperempat sampai sepertiga kadar di sirkulasi ibu.

3.1.2 Sefalosporin
Sama halnya dengan penisilin, sefalosporin relatif aman jika diberikan pada trimester pertama kehamilan. Kadar sefalosporin dalam sirkulasi janin meningkat selama beberapa jam pertama setelah pemberian dosis pada ibu, tetapi tidak terakumulasi setelah pemberian berulang atau melalui infus. Sejauh ini belum ada bukti bahwa pengaruh buruk sefalosporin seperti misalnya anemia hemolitik dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu yang mendapat sefalosporin pada trimester terakhir kehamilan.
3.1.3 Tetrasiklin
Seperti halnya penisilin dan antibiotika lainnya, tetrasiklin dapat dengan mudah melintasi plasenta dan mancapai kadar terapetik pada sirkulasi janin. Jika diberikan pada trimester pertama kehamilan, tetrasiklin menyebabkan terjadinya deposisi tulang in utero, yang pada akhirnya akan menimbulkan gangguan pertumbuhan tulang, terutama pada bayi prematur. Meskipun hal ini bersifat tidak menetap (reversibel) dan dapat pulih kembali setelah proses remodelling, namun sebaiknya tidak diberikan pada periode tersebut. Jika diberikan pada trimester kedua hingga ketiga kehamilan, tetrasiklin akan mengakibatkan terjadinya perubahan warna gigi (menjadi kekuningan) yang bersifat menetap disertai hipoplasia enamel. Mengingat kemungkinan risikonya lebih besar dibanding manfaat yang diharapkan maka pemakaian tetrasiklin pada wanita hamil sejauh mungkin harus dihindari.

3.1.4 Aminoglikosida
Aminoglikosida dimasukkan dalam kategori obat D, yang penggunaannya oleh wanita hamil diketaui meningkatkan angka kejadian malformasi dan kerusakan janin yang bersifat ireversibel. Pemberian aminoglikosida pada wanita hamil sangat tidak dianjurkan. Selain itu aminoglikosida juga mempunyai efek samping nefrotoksik dan ototoksik pada ibu, dan juga dapat menimbulkan kerusakan ginjal tingkat seluler pada janin, terutama jika diberikan pada periode organogeneis. Kerusakan saraf kranial VIII juga banyak terjadi pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendapat aminoglikosida pada kehamilan.
3.1.5 Kloramfenikol
Pemberian kloramfenikol pada wanita hamil, terutama pada trimester II dan III, di mana hepar belum matur, dapat menyebabkan angka terjadinya sindroma Grey pada bayi, ditandai dengan kulit sianotik (sehingga bayi tampak keabuabuan), hipotermia, muntah, abdomen protuberant, dan menunjukkan reaksi menolak menyusu, di samping pernafasan yang cepat & tidak teratur, serta letargi. Kloramfenikol dimasukkan dalam kategori C, yaitu obat yang karena efek farmakologiknya dapat menyebabkan pengaruh buruk pada janin tanpa disertai malformasi anatomik. Pengaruh ini dapat bersifat reversibel. Pemberian kloramfenikol selama kehamilan sejauh mungkin dihindari, terutama pada minggu-minggu terakhir menjelang kelahiran dan selama menyusui.

3.1.6 Sulfonamida
Obat-obat yang tergolong sulfonamida dapat melintasi plasenta dan masuk dalam sirkulasi janin, dalam kadar yang lebih rendah atau sama dengan kadarnya dalam sirkulasi ibu. Pemakaian sulfonamida pada wanita hamil harus dihindari, terutama pada akhir masa kehamilan. Hal ini karena sulfonamida mampu mendesak bilirubin dari tempat ikatannya dengan protein, sehingga mengakibatkan terjadinya kern-ikterus pada bayi yang baru dilahirkan. Keadaan ini mungkin akan menetap sampai 7 hari setelah bayi lahir.
3.1.7 Eritromisin
Pemakaian eritromisin pada wanita hamil relatif aman karena meskipun dapat terdifusi secara luas ke hampir semua jaringan (kecuali otak dan cairan serebrospinal), tetapi kadar pada janin hanya mencapai 1-2% dibanding kadarnya dalam serum ibu. Di samping itu, sejauh ini belum terdapat bukti bahwa eritromisin dapat menyebabkan kelainan pada janin. Kemanfaatan eritromisin untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Chlamydia pada wanita hamil serta pencegahan penularan ke janin cukup baik, meskipun bukan menjadi obat pilihan pertama. Namun ditilik dari segi keamanan dan manfaatnya, pemakaian eritromisin untuk infeksi tersebut lebih dianjurkan dibanding antibiotika lain, misalnya tetrasiklin.

3.1.8 Trimetoprim
Karena volume distribusi yang luas, trimetoprim mampu menembus jaringan fetal hingga mencapai kadar yang lebih tinggi dibanding sulfametoksazol, meskipun kadarnya tidak lebih tinggi dari ibu. Pada uji hewan, trimetoprim terbukti bersifat teratogen jika diberikan pada dosis besar. Meskipun belum terdapat bukti bahwa trimetoprim juga bersifat teratogen pada janin, tetapi pemakaiannya pada wanita hamil perlu dihindari. Jika terpaksa harus memberikan kombinasi trimetoprim + sulfametoksazol pada kehamilan, diperlukan pemberian suplementasi asam folet.
3.1.9 Nitrofurantoin
Nitrofurantoin sering digunakan sebagai antiseptik pada saluran kencing. Jika diberikan pada awal kehamilan, kadar nitrofurantoin pada jaringan fetal lebih tinggi dibanding ibu, tetapi kadarnya dalam plasma sangat rendah. Dengan makin bertambahnya umur kehamilan, kadar nitrofurantoin dalam plasma janin juga meningkat. Sejauh ini belum terbukti bahwa nitrofurantoin dapat meningkatkan kejadian malformasi janin. Namun perhatian harus diberikan terutama pada kehamilan cukup bulan, di mana pemberian nitrofurantoin pada periode ini kemungkinan akan menyebabkan anemia hemolitik pada janin.
3.2 Analgetik
Keluhan nyeri selama masa kehamilan umum dijumpai. Hal ini berkaitan dengan masalah fisiologis dari si ibu, karena adanya tarikan otot-otot dan sendi karena kehamilan, maupun sebab-sebab yang lain. Untuk nyeri yang tidak berkaitan dengan proses radang, pemberian obat pengurang nyeri biasanya dilakukan dalam jangka waktu relatif pendek. Untuk nyeri yang berkaitan dengan proses radang, umumnya diperlukan pengobatan dalam jangka waktu tertentu. Penilaian yang seksama terhadap penyebab nyeri perlu dilakukan agar dapat ditentukan pilihan jenis obat yang paling tepat.
3.2.1 Analgetika-narkotika
Semua analgetika-narkotika dapat melintasi plasenta dan dari berbagai penelitian pada gewan uji, secara konsisten obat ini menunjukkan adanya akumulasi pada jaringan otak janin. Terdapat bukti meningkatkan kejadian permaturitas, retardasi pertumbuhan intrauteri, fetal distress dan kematian perinatal pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sering mengkonsumsi analgetika-narkotik. Keadaan withdrawl pada bayi-bayi yang baru lahir tersebut biasanya manifes dalam bentuk tremor, iritabilitas, kejang, muntah, diare dan takhipnoe. Metadon: Jika diberikan pada kehamilan memberi gejala withdrawal yang munculnya lebih lambat dan sifatnya lebih lama dibanding heroin. Beratnya withdrawal karena metadon nampaknya berkaitan dengan meningkatnya dosis pemeliharaan pada ibu sampai di atas 20 mg/hari, Petidin Dianggap paling aman untuk pemakaian selam proses persalinan. Tetapi kenyataannya bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendapat petidin selama proses kelahiran menunjukkan skala neuropsikologik yang lebih rendah disbanding bayi-bayi yang ibunya tidak mendapat obat ini, atau yang mendapat anestesi lokal. Dengan alasan ini maka pemakaian petidin pada persalinan hanya dibenarkan apabila anestesi epidural memang tidak memungkinkan.
3.2.2 Analgetika-antipiretik
Parasetamol, Merupakan analgetika-antipiretik yang relatif paling aman jika diberikan selama kehamilan. Meskipun kemungkinan terjadinya efek samping hepatotoksisitas tetap ada, tetapi umumnya terjadi pada dosis yang jauh lebih besar dari yang dianjurkan.
Antalgin:, Dikenal secara luas sebagai pengurang rasa nyeri derajat ringan. Salah satu efek samping yang dikhawatirkan pada penggunaan antalgin ini adalah terjadinya agranulositosis. Meskipun angka kejadiannya relatif sangat jarang, tetapi pemakaian selama kehamilan sebaiknya dihindari.
3.2.3 Antiinflamasi non-steroid
Dengan dasar mekanisme kerjanya yaitu menghambat sintesis prostaglandin, efek samping obat-obat antiinflamasi non-steroid kemungkinan lebih sering terjadi pada trimester akhir kehamilan. Dengan terhambatnya sintesis prostaglandin, pada janin akan terjadi penutupan duktus arteriosus Botalli yang terlalu dini, sehingga bayi yang dilahirkan akan menderita hipertensi pulmonal. Efek samping yang lain adalah berupa tertunda dan memanjangnya proses persalinan jika obat ini diberikan pada trimester terakhir. Sejauh ini tidak terdapat bukti bahwa antiiflamasi non-steroid mempunyai efek teratogenik pada janin dalam bentuk malformasi anatomik. Namun demikian, pemberian obat-obat tersebut selama kehamilan hendaknya atas indikasi yang ketat disertai beberapa pertimbangan pemilihan jenis obat. Pertimbangan ini misalnya dengan memilih obat yangmempunyai waktu paruh paling singkat, dengan risiko efek samping yang paling ringan.

3.3 Antiemetik
Meskipun pada uji hewan terdapat bukti bahwa obat-obat antiemetik (meklozin dan siklizin) dapat menyebabkan terjadinya abnormalitas janin, tetapi hal ini belum terbukti pada manusia. Terdapat hubungan yang bermakna antara pemakaian prometazin selama trimester pertama kehamilan dengan terjadinya dislokasi panggul kongenital pada
janin. Pemakaian antiemetik selama kehamilan sebaiknya dihindari jika intervensi non-farmakologik lainnya masih dapat dilakukan.

3.4 Antiepilepsi
Fenitoin (difenilhidantoin) dapat melintasi plasenta dan mencapai sirkulasi janin setelah pemberian dosis terapetik secara intravenosa. Dosis tertinggi pada janin ditemukan dalam hepar, jantung, dan glandula adrenal. Pada wanita hamil yang mendapat pengobatan fenitoin jangka panjang, kadar fenitoin dalam sirkulasi janin sama dengan kadarnya dalam sirkulasi janin sama dengan kadarnya dalam sirkulasi ibu. Waktu paruh fenitoin pada bayi baru lahir sekitar 60-70 jam dan obat masih didapat dalam plasma bayi, hingga hari ke lima setelah kelahiran. Pemberian fenitoin selamakehamilan dalam jangka panjang ternyata berkaitan erat dengan meningkatnya angka kejadian kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkan. Kelainan ini berupa malformasi kraniofasial disertai penyakit jantung kongenital, celah fasial, mikrosefalus dan beberapa kelainan pada kranium dan tulang-tulang lainnya. Oleh karena itu pemakaian fenitoin selama kehamilan sangat tidak dianjurkan. Obat-obat antiepilepsi lain seterti karbamazepin dan fenobarbiton ternyata juga menyebabkan terjadinya malformasi kongenital (meskipun lebih ringan ) pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mengkonsumsi obat-obat tersebut
selama masa kehamilannya. Pemakaian asam valproat selama kehamilan mungkin meningkatkan derajat defek tuba neuralis. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa 1-2 % spina bifida pada bayi baru lahir terjadi karena ibu mengkonsumsi asam valproat
selama masa kehamilannya.

3.5 Antihipertensi
Dalam praktek sehari-hari tidak jarang kita menjumpai seorang wanita yang dalam masa kehamilannya menderita hipertensi. Dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah apakah wanita tersebut memang penderita hipertensi atau hipertensi yang dialami hanya terjadi selama masa kehamilan. Meskipun pendekatan terapi antar keduanya berbeda, tetapi tujuan terapinya adalah sama yaitu mencegah terjadinya hipertensi yang lebih berat agar kehamilannya dapat dipertahankan hingga cukup bulan, serta menghindari kemungkinan terjadinya kematian maternal karena eklamsia atau hemoragi serebral terutama saat melahirkan. Sejauh mungkin juga diusahakan agar tidak terjadi komplikasi atau kelainan pada bayi yang dilahirkan, baik karena hipertensinya maupun komplikasi yang menyertainya. Berikut akan dibahas pemakaian obat-obat antihipertensi selama masa kehamilan.
– Golongan penyekat adrenoseptor beta
Obat-obat golongan ini seperti misalnya oksprenolol dan atenolol dapat melintasi plasenta dan mencapai sirkulasi janin dengan memberi efek blokade beta pada janin. Oksprenolol dan atenolol relatif aman dan tidak terbukti meningkatkan kejadian kejadian malformasi janin, meskipun terdapat beberapa kasus bayi dengan bradikardi temporer setelah pemberian atenolol pada ibu selama kehamilannya.
- Vasodilator
Pada kehamilan, diazoksid, dan hidralazin umumnya digunakan untuk mencegah kelahiran prematur akibat eklampsia, dimana efeknya tidak saja berupa relaksasi otot vaskuler tetapi juga berpengaruh terhadap otot uterus. Jika digunakan selama masa kehamilan aterm dapat mengakibatkan lambatnya persalinan. Pada pemakaian jangka panjang, diazoksid dapat menyebabkan terjadinya alopesia dan gangguan toleransi glukosa pada bayi baru lahir.
- Golongan simpatolitik sentral:
Metildopa relatif aman selama masa kehamilan. Obat ini mampu melintasi barier plasenta dengan kadar yang hampir sama dengan kadar maternal. Pemberian metildopa hanya efektif untuk hipertensi yang lebih berat. Klonidin juga relatif aman untuk ibu dan janin, tetapi pada dosis besar sering memberi efek samping seperti sedasi dan mulut kering. Secara lebih tegas, obat-obat antihipertensi yang tidak dianjurkan selama kehamilan meliputi:
1. Pemakaian obat-obat golongan antagonis kalsium seperti verapamil, nifedipin, dan diltiazem selama kehamilan ternyata menunjukkan kecenderungan terjadinya hipoksia fetal jika terjadi hipotensi pada maternal.
2. Diuretika sangat tidak dianjurkan selama masa kehamilan karena di samping mengurangi volume plasma juga mengakibatkan berkurangnya perfusi utero-plasenta.
3. Obat-obat seperti reserpin sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil karena dapat menyebabkan hilangnya termoregulasi pada neonatal jika dikonsumsi selama trimester III.
4. Obat-obat penyekat neuroadrenergik seperti debrisokuin dan guanetidin sebaiknya juga tidak diberikan selama kehamilan karena menyebabkan hipotensi postural dan menurunkan perfusi uteroplasental.
5. Pemakaian obat Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor seperti kaptopril dan enalapril sangat tidak dianjurkan selama kehamilan karena meningkatkan kejadian mortalitas janin

V. DAFTAR PUSTAKA (Ada di Bagian Farmakologi Klinik FK-UGM)
Australian Drug Evaluation Committee (1989) Medicine in Pregnancy. Australian Goverment Publishing Service,
Canberra.
Katzung BG (1987) Basic and Clinical Pharmacology,3rd edition. Lange Medical Book, California.
Speight TM (1987) Avery’s Drug Treatment: Principles and Practice of Clinical Pharmacology and Therapeutics, 3rd
edition.ADIS press,Auckland.
Suryawati S et al (1990), Pemakaian Obat pada Kehamilan.Laboratorium Farmakologi Klinik FK-UGM, Yogyakarta

VITAMULTI CAPLET

Harga
Rp. 108.900 ,-


Harga tersebut diatas tidak mengikat dan sewaktu-waktu dapat berubah.
Kunjungan ke apotik kami untuk pembelian langsung, silahkan hubungi dahulu ke call centre kami di:
Telp:021-726 2637
SMS:085 888 9037 66
Pin BB:2678729E
Email:order@medicastore.com

Jam Operasional Apotik Medicastore :
Senin - Jumat:08.00-17.00
Sabtu:08.00-13.00

KOMPOSISI
Mengandung :
- Vitamin A 6.000 iu
- Vitamin B1 10 mg
- Vitamin B2 2 mg
- Vitamin B6 2.5 mg
- Vitamin B12 4 mcg
- Vitamin C 100 mg
- Vitamin D3 400 iu
- Nicotinamide 20 mg
- Kalsium Pantothenate 7.5 mg
- Folic Acid 0.4 mg
- Ferro Fumarate 90 mg
- Kalsium Lactate 250 mg
- Copper Sulphate 0.15 mg
- Kalium iodide 0.1 mg

INDIKASI
Suplemen untuk ibu hamil dan menyusui.

PERHATIAN
Dapat diberikan bersama makanan agar diasorpsi lebih baik atau ika timbul rasa tidak nyaman pada pencernaan.

KEMASAN
Kaplet 10 x 10's

DOSIS
1 Kaplet perhari.

PENYAJIAN
Dikonsumsi bersamaan dengan makanan

PABRIK
Otto

Komposisi : 

OSSORAL 200

Tiap tablet salut gula mengandung:Ossein hydroxyapatite 200 mg(mengandung kalsium 43 mg dan fosfor 20mg)

OSSORAL 800
Tiap kaplet salut selaput mengandung: Ossein hydroxyapatite 800 mg
(mengandung kalsium 178 mg dan fosfor 82 mg)

Farmakologi :

OSSORAL adalah preparat untuk membantu metabolisme pertumbuhan tulang yang mengandung mikrokristalin hydroxyapatite dalam suatu matriks protein.OSSORAL merupakan sumber mineral yang sesuai dengan komposisi jaringan tulang seperti kalsium,fosfor,dan trace element bersama-sama dengan senyawa organik yang terutama terdiri atas kolagen,asam amino dan glukosaminoglikon dalam perbandingan yang alamiah.

Indikasi :

OSSORAL diindikasikan pada pasien yang menderita
osteoporosis dari berbagai sebab:
-   Osteoporosis primer (pre-,peri-,pascamenopausal,lanjut usia)Osteoporosis sekunder (karena pengobatan kortikoid,heparin,imobilisasi,rematoid artritis,penyakit hati  dan ginjal,hiperparatiroid,osteogenesis imfekta yang tidak sempurna).
Pengobatan awal pada pastefi-dengan mefHng-katnya resiko osteoporosis.OSSORAL dapat juga digunakan untuk mengatur keseimbangan Ca/P selama kehamilan,masa menyusui dan patah  tulang.   
 

Kontraindikasi :
- Pasien yang menderita hiperkalsemia dan hiperkalsiuria berat.- Penderita yang hipersensitif terhadap ossein hydroxyapatite.



Dosis :

OSSORAL 200:                                                                    ,.
3 kali sehari 1-2 tablet salut gula sebelum makan.

Untuk kelainan tulang,dosis dapat ditingkatkan dengan aman.
OSSORAL200 ditolerir dengan baik pada pemakaian jangka panjang.



OSSORAL 800 :
- Osteoporosis
  2 kali sehari 2-4 kaplet salut selaput.Indikasi lain  1 kali sehari 1-2 kaplet salut selaput.OSSORAL800 sebaiknya diberikan bersama-sama cairan.Diberikan  sebelum makan.


Efek samping :


Tidak ada efek samping spesifik yang ditemukan.OSSORALditoleransi dengan baik.

Peringatan dan perhatian :
-  Pada pasien dengan kecenderungan pengkristalan urin,dosis yang digunakan harus menurut petunjuk dokter.
-  
Pada kerusakan fungsi ginjal,pemakaian jangka panjang dengan dosis yang tinggi harus dihindari.
-  
Penggunaan pada masa kehamilan belum menunjukkan gangguan padajanin.
-  
Hati-hati pemakaian pada penderita paraplegia.


Interaksi obat:

Absorpsi besi dan tetrasiklin berkurang bila digunakan bersamaan dengan OSSORALdengan terbentuknya chelate yang sukar terabsorpsi.Pada kasus serupa ini disarankan untuk pemakaian OSSORAL sekitar 4 jam sesudahnya.

Kemasan dan nomor registrasi: 

OSSORAL 200:
Kotak, 6 strip @ 10 tablet salut gula, DKL0005029416A1 OSSORAL 800:
Kotak, 6 blister @ 10 kaplet salut selaput, DKL0005029509A1

HARUS DENGAN RESEP DOKTER.
SIMPAN PADA SUHU Dl BAWAH 30°C, TERLINDUNG DARI CAHAYA.

Dibuat oleh:
DexaJiitHi!tD@
JL. BAMBANG UTOYO 138 PALEMBANG-INDONESIA

DUVADILAN AMP. 10MG/2ML 2ML


( [unspecified] )

Ask a question about this product

Kandungan

Isoksuprina-HCI 20 mg/tablet, 5 mg/ml obat suntik

Indikasi

Ggn peredaran darah berupa insufisensi pembuluh darah perifer karena spasme, kedinginan, kaku, kram, eskemik pada ekstermita, tukak diabetik. Hipermortilitas uterus, partus imatur dan prematur, kontraksi tetanik dan dismenore.

Kontra Indikasi

Pendarahan serebral.

Efek Samping

Kadang timbul palpitasi, penurunan tekanan darah atau pusing yang dapat diatasi dengan pengurangan dosis

Perhatian

-

Dosis

Ancaman persalinan prematur: Dosis awal 0,2-0,3 mg infus intravena dan dinaikkan hingga keadaan terkontrol, maksimamum 0,5 mg/menit; pembe-rian secara infus dipertahankan hingga 24 jam, dilanjutkan 10 mg intramuskular setiap 3 jam selama 24 jam, kemudian pemberian secara oral 20 mg setiap 4-6 jam selama 48 jam; gangguan peredaran darah atau penyakit pembuluh darah perifer: 3-4 xsehari 1 tablet sesudah makan; untuk memperoleh efek yang segera guna mengendalikan gejala akut atau parah, diberikan secara intravena atau intra muskular: 3xsehari 10 mg, dilanjutkan dengan oral. Berikan sesudah makan untuk mengurangi rasa tidaknyaman pada GI.

Kemasan

Tablet 20 mg x 50. Ampul 10 mg/ 2ml x 5.

 

Duvadilan TIDAK BOLEH anda minum, kecuali bila terdapat indikasi yang jelas seperti kontraksi yang berlebihan pada keadaan kontraksi rahim yang dapat menyebabkan persalinan prematur. Tidak boleh diminum sebagai tindakan pencegahan pada keadaan yang biasa-biasa saja / kondisi normal. Obat ini berfungsi sebagai vasodilator (pelebar pembuluh darah perifer) dan mempunyai efek samping jantung berdebar-debar (palpitasi), tekanan darah yang menurun secara tiba-tiba, dan rasa pusing (dizziness). Obat inilah yang menyebabkan anda mendapatkan keluhan yang anda ceritakan.

Cygest dan Premaston sama-sama mengandung derivat (turunan) hormon progesteron dan berfungsi sebagai penyubur kandungan. Saya lebih menyarankan penggunan Duphaston, agar dapat digunakan secara obat minum. Minumlah Duphaston 2 kali 1 tablet hingga usia 20 minggu kehamilan, lalu periksakan kandungan anda ke dokter kandungan. Apabila keadaanya baik maka penggunaan Duphaston dapat dihentikan.

PENGGUNAAN NIFEDIPIN SEBAGAI TOKOLITIK PADA PERSALINAN PRETERM

Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu. Penyebab persalinan preterm dibagi menjadi maternal, fetal dan idiopatik. Penyebab maternal misalnya ibu anemia, preeklampsia, perdarahan ante partum, anomali uterus serta gangguan hormonal. Penyebab fetal seperti anomali kongenital, janin mati, kehamilan ganda dan rhesus isoimunisasi. Penyebab lain yaitu infeksi, khususnya oleh grup beta-streptokokus, atau adanya gangguan pada plasenta.1,2,3,4,5,6 Keadaan ini terjadi pada sekitar 10 % kehamilan dan merupakan penyebab kematian perinatal terpenting setelah kelainan kongenital, yaitu mencapai 75 %.7 Risiko persalinan preterm sangat banyak, antara lain yang diakibatkan oleh trauma persalinan itu sendiri yaitu berupa perdarahan intrakranial. Sindrom depresi pernafasan terjadi akibat defisiensi surfaktan paru sehingga alveoli tidak dapat mengembang. Pada keadaan ini sesak nafas dan sianosis terjadi 1-2 jam post partum, dan kematian dapat terjadi dalam 30 jam berikutnya. Bayi preterm lebih mudah mengalami hipotermi dan infeksi oleh karena immaturitas sistem pengaturan suhu tubuh dan imunologi. Dilaporkan juga bahwa gangguan perkembangan mental lebih sering terjadi pada anak-anak yang dilahirkan preterm.1,2 Diagnosis partus prematurus imminens ditegakkan bila didapatkan kontraksi uterus tiap minimal 10 menit sekali, ada yang menyebutkan tiap 7 – 8 menit sekali, lamanya 30 detik, berlangsung terus-menerus sedikitnya 1 jam. Atau bila didapatkan kontraksi uterus bagaimanapun frekuensi dan durasinya tetapi selaput ketuban sudah pecah, terdapat pendataran serviks 75 % atau lebih, pembukaan serviks 3 cm pada primigravida atau 4 cm pada multigravida, ada yang menyebutkan pembukaan 2 cm.1,6 Pengelolaan partus prematurus imminens lebih banyak simtomatik dan bukan mengobati penyebabnya.8 Di rumah sakit Dr. Sardjito, standar pelayanan untuk pengelolaan partus prematurus imminens adalah istirahat baring, deteksi dan penanganan faktor risiko persalinan preterm, serta pemberian tokolitik. Tokolitik yang digunakan adalah golongan beta-mimetik yaitu terbutalin (bricasma) atau salbutamol (salbuven). Selain itu, obat yang disarankan digunakan adalah magnesium sulfat.6 Banyaknya efek samping yang timbul pada penggunaan terbutalin dan magnesium sulfat menyebabkan perlu dipertimbangkannya pemakaian obat lain sebagai tokolitik yang efektif tetapi dengan efek samping yang minimal.4   TOKOLITIK Tokolitik adalah obat yang digunakan untuk mencegah atau menghentikan kontraksi uterus.9 Macam tokolitik yang biasa digunakan adalah magnesium sulfat, beta-adrenergik agonis, prostaglandin inhibitor, calcium channel blocker/calcium antagonis, potasium channel opener, oxytocin reseptor agonis, phospodiesterase inhibitor, ethanol, nitroglycerin dan diazoxide.10 Kontraindikasi pemberian tokolitik adalah janin mati, anomali kongenital yang letal, janin non reaktif, gawat janin, IUGR berat, korioamnionitis, infeksi intrauterin, perdarahan dengan gangguan hemodinamik pada ibu, preeklampsia dan eklampsia.6,10,11 Tokolitik kurang efektif bila diberikan pada kasus dengan pembukaan serviks lebih dari 3 cm. Pada keadaan ini penggunaan tokolitik bertujuan memberi kesempatan diberikan kortikosteroid yang akan membantu pematangan paru janin, atau untuk membawa pasien ke rumah sakit dengan fasilitas kesehatan yang lebih lengkap. 11 Terbutalin yang banyak digunakan sebagai tokolitik memiliki banyak efek samping pada kardiovaskuler dan metabolisme tubuh, serta hanya bisa digunakan selama 24 - 48 jam. Penggunaan jangka panjang tidak memberikan keuntungan baik untuk ibu maupun bayinya, bahkan menambah kemungkinan timbulnya efek samping obat. Oleh karena itu perlu diteliti mengenai penggunaan obat lain yang bisa dipakai sebagai alternatif pengganti terbutalin sebagai tokolitik.8   CALCIUM ANTAGONIS Calcium antagonis dibagi menjadi 2 kategori besar berdasar efek fisiologisnya yaitu golongan dihidropiridine yang menghambat pompa calcium tipe L, serta verapamil dan diltiazem. Dihidropiridine merupakan vasodilator yang potensial dengan sedikit sampai tidak ada efek negatif pada konduksi dan kontraktilitas jantung. Dapat dibagi menjadi 3 kategori berdasar waktu paruh dan efek pada kontraktilitas jantung, yaitu aksi cepat, aksi sedang dengan sedikit pengaruh pada aktivitas jantung (felodipin, isradipin, nicardipin, nifedipin, nisoldipin) dan aksi lambat dengan tanpa pengaruh pada aktivitas jantung (amlodipin, lacidipin).12 Verapamil dan diltiazem kurang potensial sebagai vasodilator tetapi tidak memiliki efek negatif pada konduksi dan kontraktilitas jantung.H12 Penggunaan calcium antagonis dan beta adrenergik secara bersama-sama memiliki efek akumulasi. Pada dosis kecil pemberian kedua obat ini akan menghasilkan relaksasi uterus yang lebih baik dengan efek samping yang lebih kecil dibandingkan bila diberikan sendiri dalam dosis besar.13   NIFEDIPIN Nifedipin termasuk dalam golongan calcium antagonis. Bekerja dengan cara menghambat masuknya calcium ke dalam membran sel, mencegah lepasnya calcium dari retikulum sarkoplasma dan mengurangi efek enzim calcium intrasel terhadap interaksi aktin-miosin. Hasil dari mekanisme ini adalah relaksasi otot polos termasuk miometrium, serta vasodilatasi yang potensial. Dibandingkan obat calcium antagonis yang lain nifedipin lebih spesifik efeknya pada kontraksi miometrium, lebih sedikit efek pada kontraksi jantung dan serum elektrolit.14,15,16 Efek blokade pompa calcium oleh nifedipin memiliki 2 karakteristik penting yaitu reversibel setelah penghentian obat dan tidak memiliki efek takifilaksis. Efek utama obat adalah menurunkan secara bermakna resistensi vaskuler (baik sistemik maupun pulmoner). Keadaan ini akan menurunkan 20 % tekanan darah diastolik dan tekanan arteri rata-rata, selanjutnya akan meningkatkan curah jantung. Pada pasien hipertensi, penurunan resistensi vaskuler terjadi lebih dulu dibanding orang normal.16 Nifedipin hanya diberikan per oral dalam bentuk tablet atau kapsul. Penggunaannya sebagai terapi pada persalinan preterm merupakan unlabeled use, karena obat ini lebih umum digunakan sebagai terapi hipertensi dan sakit jantung.15 Pada pemberian per oral, nifedipin akan 90 % diabsorpsi traktus gastrointestinal, dan 100 % pada pemberian sublingual. Pemberian bersama simetidin atau ranitidin akan meningkatkan bioavailabilitas nifedipin. Metabolisme hampir seluruhnya di hepar dan ekskresi melalui ginjal. Onset tercapai kurang dari 20 menit pada pemberian per oral dan 3 – 5 menit pada pemberian sublingual. Waktu paruh tercapai dalam 2 – 3 jam dan lama kerjanya pada sekali pemberian adalah sampai dengan 6 jam.11,16 Efek pada uterus adalah menurunkan amplitudo dan frekuensi kontraksi uterus serta menghambat timbulnya kontraksi. Hal ini tampak jelas pada wanita hamil dengan persalinan preterm. Aliran darah uterus tidak secara langsung dipengaruhi nifedipin, melainkan merupakan akibat dari turunnya resistensi vaskuler sistemik dan tekanan darah. Pada janin, meskipun melalui barier plasenta, tetapi tidak memiliki efek teratogenik, tidak ada ketergantungan efek pada pemberian lama baik sebelum maupun selama kehamilan. Pengaruh pada janin terjadi bila aliran darah uterus dan tali pusat turun, tetapi hipoksia atau asidosis janin pada keadaan ini belum dapat secara jelas dibuktikan.11,16 Nifedipin tidak mempengaruhi metabolisme karbohidrat dan dapat diberikan pada pasien diabetes melitus tanpa hiperglikemi atau hipoglikemi berat. Karena tidak meningkatkan irama jantung, dapat digunakan pada pasien hamil dengan gejala prolaps katup mitral atau supraventrikular aritmia ringan sampai sedang. Obat ini juga digunakan pada pasien dengan hipertensi kronik.13 Efek samping yang terjadi pada 10 – 20 % pasien adalah flushing, sakit kepala, pusing, takikardi, hipotensi, edema, heartburn, palpitasi, kelelahan, sesak nafas, tremor, gangguan gastrointestinal, angina dan hepatotoksik.10,12,16 Kontraindikasi pemberian nifedipin atau obat golongan calcium antagonis adalah keadaan hipersensitif terhadap obat tersebut. Adanya efek inotropik negatif serta peningkatan aktivitas simpatis pada penggunaan nifedipin membuat obat ini sebaiknya tidak digunakan pada kasus dengan gangguan ventrikel kiri atau gagal jantung kongestif. Selain itu, penggunaan dosis besar nifedipin aksi cepat (lebih dari 30 mg per hari) pada kasus dengan atau riwayat infark miokard akan meningkatkan angka mortalitasnya. Penggunaannya bersama magnesium sulfat menimbulkan efek sinergis, sehingga menekan kontraktilitas otot yang dapat mengakibatkan paralisis otot pernafasan.11,12 Nifedipin digunakan untuk terapi persalinan preterm ketika pendataran serviks < 80%, pembukaan < 4 cm, selaput ketuban belum pecah, dengan tirah baring saja tidak dapat menghentikan proses persalinan, ibu sehat, janin hidup dan tidak ada gawat janin. Persalinan sedapat mungkin ditunda sampai 24 – 48 jam untuk memberi kesempatan mendapatkan kortikosteroid yang akan membantu pematangan paru janin, dan bisa membawa ibu ke rumah sakit yang memiliki pelayanan khusus untuk bayi preterm.15 Cara pemberian nifedipin sebagai tokolitik secara pasti belum ditentukan. Salah satu yang dapat dipakai adalah dengan menggunakan dosis 5 mg sublingual. Pasien sebelumnya telah dipasang infus ringer laktat 100 ml/jam. Jika kontraksi uterus tetap ada setelah 15 menitdiulang pemberian 5 mg sublingual sampai dengan maksimal 8 dosis (40 mg) selama 2 jam pertama terapiJika kontraksi uterus tidak berhenti setelah 2 jamdidiagnosis sebagai tokolitik gagal dan terapi dihentikanJika kontraksi uterus berhenti, diberi nifedipin 10 mg per oral yang dimulai 3 jam setelah pemberian terakhir dosis sublingual, selanjutnya nifedipin 10 mg per oral tiap 8 jam selama 48 jam, kemudian nifedipin tablet retard 10 mg atau 20 mg tiap 12 jam sampai dengan 36 minggu.17 Cara lain yang dapat dipakai adalah (1) dengan menggunakan dosis 20 – 30 mg per oral tiap 4 – 8 jam, (2) dengan pemberian dosis awal 10 mg per oral tiap 6 jam, dinaikkan sampai 20 mg tiap 4 jam, tetapi biasanya efek samping muncul pada dosis ini, (3) dengan dosis awal 30 mg per oral diikuti 20 mg per oral 90 menit kemudian, (4) dengan memberikan dosis 10 mg per oral tiap 20 menit sebanyak 4 dosis, diikuti 20 mg per oral tiap 4 – 8 jam.10,11,13 Syarat pemberian nifedipin sebagai tokolitik adalah tekanan darah ibu, nadi ibu serta denyut jantung janin baik. Jika tekanan darah dan nadi ibu tidak normal maka dosis berikutnya ditunda, diberi terapi simtomatik dulu dan diperiksa tiap 5 menit sampai dengan keadaan pasien baik. Jika DJJ tidak berada di antara 110 – 150 x/menit maka terapi ditunda, dikerjakan dulu pemeriksaan non stress test.17 Pada keadaan overdosis nifedipin, dapat dijumpai pasien mengantuk, kacau, hiperglikemia (akibat penurunan produksi insulin), dan yang paling penting adalah terjadi kolaps kardiovaskuler ditandai dengan hipotensi dan asidosis metabolik. Juga dapat terjadi sinus bradikardi dan blokade jantung. Pengelolan dengan terapi suportif, menghentikan obat dan pemberian antidotum. Segera diberikan terapi cairan dan calcium intravena. Regimen yang bisa digunakan adalah (1) 10 % calcium chlorida 0,2 ml/kg BB sampai dengan maksimal 10 ml melalui infus tiap 5 menit, dapat diulang tiap 15 – 20 menit sampai 4 kali jika diperlukan, (2) 10 % calcium chlorida 0,2 ml/kg BB sampai dengan maksimal 10 ml melalui infus selama 1 jam, atau (3) 10 % calcium glukonat sampai dengan maksimal 20 – 30 ml melalui infus selama 5 menit, dapat diulang tiap 15 – 20 menit sampai 4 kali jika diperlukan. Pressor agents (dopamin, dobutamin, glukagon) dapat diberikan tetapi biasanya tidak efektif. Beberapa kasus dilaporkan memberikan respon yang baik dengan pemberian infus dekstrosa – insulin.12 Beberapa hal penting: 1.Sebagai tokolitik, terbutalin dan obat lain dalam golongannya memiliki banyak efek samping pada sistem kardiovaskuler dan metabolik. 2. Nifedipin cukup menjanjikan dan hanya memiliki sedikit efek samping pada penggunaannya sebagai tokolitik. 3. Efektifitas nifedipin sebagai relaksan otot polos dan tokolitik serta kecilnya efek samping pada ibu dan janin menjadikan obat ini aman dan efektif untuk terapi persalinan preterm. 4. Pemberian nifedipin pada kasus dengan gangguan ventrikel kiri atau gagal jantung kongestif harus dengan pengawasan ketat. Penggunaan dosis besar pada kasus dengan atau riwayat infark miokard akan meningkatkan angka mortalitasnya. KEPUSTAKAAN 1. El-Mowafi DM. Preterm Labor. Mat Web, Obstetrics Simplified, Associate Professor, Department of Obstetrics & Gynecology, Benha Faculty of Medicine, Egypt. 1999 ; 1-5. 2. eCureMe.com. Prematurity. eCureMe,Inc. 2002 ; 1-3, diakses tanggal 25-2-2002. 3. DiLeo. Early Delivery. Ask Baby Zone, Lakeview Regional Medical Center, New Orleans. 2002 ; 1-3, diakses tanggal 25-2-2002. 4. Arias F. Preterm Labor, in : Practical Guide to High Risk Pregnancy and Delivery, 2nd ed. Mosby Year Book, Baltimore. 1993 ; 71-99. 5. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hankins GDV, Clark SL.Preterm Birth, in : Williams Obstetrics, 20th ed. Prentice-hall International.,Inc. Connecticut. 1997 ; 797-821. 6. Komite Medik RSUP Dr. Sardjito. Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito. Medika, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 1999 ; 36-7. 7. Schorr SJ, Ascarelli MH, Rust OA, Ross EL, Calfee EL, et al. A Comparative Study of Ketorolac (Toradol) and Magnesium Sulfate for Arrest of Preterm Labor. Southern Medical Journal, Vol. 91, No. 11. Department of Obstetrics and Gynecology, University of Mississippi Medical Center, Jackson. 1998 ; 1028-32. 8. GeoCities. Reviews of PTL Drugs Find Few Benefits. Karens7@mindspring.com. 2001 : 1-13, diakses tanggal 25-2-2002. 9. Goldenberg RL, Rouse DJ. Prevention of Premature Birth. Medical Progress, Review Articles. Department of Obstetrics and Gynecology, University of Alabama, Massachusetts Medical Society, Birmingham. 1998 ; 313-8. 10. Norwitz ER, Robinson JN, Challis JRG. The Control of Labor. Current Conceps, Review Articles. Division of Maternal-Fetal Medicine, Department of Obstetrics and Ginecology, Brigham and Women’s Hospital and Harvard Medical School, Boston, Department of Physiology, University of Toronto, Toronto. Massachusetts Medical Society, Boston. 1999 ; 660-5. 11. Simhan H, Caritis S. Calcium Channel Blockers, in : Excerpted from : Inhibition of Preterm Labor I. UpToDate, Vol. 9, No. 3. www.uptodate.com. 2001. 12. Kaplan NM, Rose BD. Types of Calcium Channel Blockers, in : Excerpted from : Major side effects and safety of calcium channel blockers. UpToDate, Vol. 9, No. 3. www.uptodate.com. 2001. 13. Saade GR, Taskin O, Belfort MA, Erturan B, Moise KJ. In Vitro Comparison of Four Tocolytic Agents Alone and in Combination. Division of Maternal-Fetal Medicine, Departments of Obstetrics and Gynecology,Baylor College of Medicine, Texas, and Inonu University, Turkey. 1994 ; 374-8. 14. Chesnut. Calcium Channel-Blocking Agent : Nifedipine, in : Obstetrics Anesthesia. 2001 ; 662, diakses tanggal 25-2-2002. 15. LaurusHealth. Nifedipine for Preterm Labor, in : Health Library, Illness & Conditions. My Health Information. 2001 ; 1-3, diakses tanggal 25-2-2002. 16. Childress CH, Katz VL. Nifedipine is Safe for Use in Pregnancy. JAMA Women’s Health Information Center, Vol. 83. Division of Maternal-Fetal Medicine, Department of Obstetrics and Gynecology, UNC Hospitals, Chapel Hill. 1994 ; 616-24. Gania KM, Shroff SA, Desail S, Bhinde AG. A Prospective Comparison of Nifedipine and Isoxsuprine for Tocolysis. Original Research Articles. Nowrosjee Wadia Maternity Hospital, Mumbai. 2001 ; 1-4, diakses tanggal 25-2-2002.

Jumat, 30 Maret 2012

aku sabar, dan selalu sabar

ya Allah, jadi manusia kok serakah bgt ya, emang manusia itu cuma mentingin diri sendiri aja ya. ya Allah, ini nasib atau apa sih. atau emang ipur sebego itu bgt ya. atau kelewat sombong sebelumnya. kelewat berharap juga mungkin. ya Allah, ngeluh terus, habis mau gimana lagi. rasanya yg ipur ussaahaa itu udah maksimal, dan udah ipur tebak hasilnya, tp kok melenceng ya. ckckck. huuuf.
kalo emang disana bukan jalan yang terbaik buad ipur, maka tuntun ipur ke jalan yg baik itu. ya Allah, nyesek rasanya dengan semua ini. berharap Engkau selalu ada untuukku apapun itu masalahku. jangan tinggalkan aku saad semua org pergi dariku dan sibuk dengan dunianya. ya Allah, aku percaya Roda itu berputar, rezeki ku ada tapi tdk disana, ya Allah, bantu aku buad lebih sabar lagi hadapi ini.

Jumat, 23 Maret 2012

aku rindu ayahku

ayah, apa kabar?
lama sekali, ipur ga ke sana. maaf ya ayah..
ipur ga berani ke tempat ayah, ipur malu sama ayah.
udah jadi org baik enggak, jadi anak baik juga enggak.
sudah berapa bulan dari tamad, dan ipur belum kerja jugak
rasanya ipur udah capek juga ayah, tp harus gimana..
ipur mau ditempat bidan, tp gajinya juga gak ada, ipur jd pembantu disana, mending ipur dirumah bantuin mama
ayah, mama sekarang sakit, mungkin karna kecapean kerja..
mama sendirian, besarin kita bertiga. ipur tau udah takdir ayah pergi cepat jd ga ada yg harus disesali.
tapi, ini begitu cepat.
ipur bahkan belum bisa bahagiain ayah sedikitpun. sedikitpun belum
tp mau disesali bagaimanapun ayah juga udah tenang disana
ipur malu ayah, sama org2. sama tetangga, sama keluarga, sama teman.
bahkan iri sama yg uddah sarjana, ipur kapan?
ipur inget kok pesen ayah, tp ayah tau kondisi nya kan. ipur harus bantu mama dulu nyekolahin lia sama aldo.
baru ipur bisa lanjutin sekolah ipur lagi.
ipur ga nyesel ayah, ipur cuma berharap, bisa secepatnya bantu mama.
bisa bikin mama ga kerja, bisa seneng2 kayak ibu2 lain. walopun ipur gatau kapan.
ipur bisanya ngeluh aja sekarang.

ayaah, td ipur ikut tes m djamil. soalnya, wah ngegalau bgt sama anak ayah yg ga suka nonton tv ini :(
berharap org lain juga sama nasibnya sama ipur, sama2 ga bisa jawab soal dengan tenang, jd masih ada peluang ipur bs lolos. hehe
doa yg jelek :(
ayah tau berapa yg ikut?
500 org, waah banyak ya pengangguran disini.. bidan semuanya. dan ayah tau berapa bakal yg diterima..
ada yg bilang 4, 5 sama 7.
dan ayah tau, bagaimana indonesia sekarang.. yah.. anak sianu itu, kemenakan sianu, atau yg uangnya lebih, mungkin punya ksempatan lebih besar.
tapi ayah, ipur percaya, setiap org punya rejekinya masing2, jadi ga akan ketukar. kalo emang ipur ga lulus disini, berarti ada tempat yg lebih baik buad ipur ditempat lain.
iya kan ayah?

terimakasih untuk selalu mengajarkan ipur bersukur dalam hidup itu penting. jangan liat keatas, karna dibawah kita, masih banyak yg nasibnya lebih buruk dibanding kita.
ipur iklas ayah ngejalanin ini semua. tapi ipur tidak terlalu tegar untuk sendiri. untuk tidak menangis, jadi maafin ipur klo ipur cengeng ayah.

ayah, selalu cubit ipur klo ipur salah, selalu ingetin, karna ipur manusia biasa. seperti yg lain, ipur bilang, ingin menikmati hidup.
bantu ipur ayah, kalo ipur udah melenceng.. ipur takuud ayah :(
hari ini, ipur sampe sekarang masi menggigil denger beritanya.
ayah, selalu ingetin, selalu tampar ipur dr sana asal ipur jangan sampai kayak gitu.

ayah, ipur ga kuad untuk tidak menangis. ipur gatau mau mengadu, mau bercerita kpada siapa lagi.
inilah anak ayah, yg slalu diam dengan masalahnya, sendiri. selalu sendiri.

Selasa, 31 Januari 2012

aku ingin sendiri

finally, January 27, 2012. delapan hari sebelum tiga tahun aku merangkai hidupku denganmu.

mungkin ini, maaf atau apapun yang akan kukatakan tak cukup untuk membuatmu mengerti. tidak tau harus bagaimana aku menjelaskan, dan tidak tau apakah dengan diam membuat mu malah menjadi semakin buruk.

tidak perlu kujelaskan bagaimana rasaku, yg nyata kau slama ini tau aku seperti apa denganmu.
melepaskanmu, bukan berarti aku ingin pergi selamanya. yang aku butuhkan kini hanyalah sendiri. biar tak ada lagi ragu, tak ada lagi sepi, tak ada lagi bimbang, dan tak ada lagi air mata diantara kita. aku pergi darimu, bukan berarti aku lupa tentangmu. semuanyaa, telah terukir indah, bagaimana aku akan bisa lupa. aku hanya pergi dengan selalu berharap kita dipertemukan untuk sesuatu yang lebih indah.

aku tau ini berat, bagimu, tapi ini lebih berat lagi bagiku sayang.
tapi saat kita bersama, ada yg jauh lebih berat lagi daripada yg kita rasakan sekarang. aku yg merasakan, bukan kamu. karna ini di aku, bukan di kamu.

aku tidak pergi karna orang lain, aku tidak pergi karna tlah ada orang lain, aku tidak pergi karna tlah habis rasa, aku pergi, karna aku ingin sendiri dalam anganku.

sayang, taukah kau ini berat sekali bagiku, melepaskanmu dalam keadaan sesulid itu menyiksaku,. ini sangat menyiksaku. tapi hatiku berat ingin sendiri. hatiku lebih keras dari rasaku kali ini. hatiku kini yg menjadi raja, dan rasaku atau semuanya bahkan suaramu tak akan merubah inginku kali ini.

kuatkan dirimu sayang. aku tau, kau sakit. sakit sekali.
aku tidak tau bagaimana harus mengatakannya.
aku sendiri tidak mengerti dengan apa yg terjadi sebenarnya.

tak akan lagi aku memmberimu harapan. aku akan jalani segalanya walau tanpamu, mungkin akan jauh lebih berat dari aku menjalaninya denganmu. tapi apakah kau mengerti sayang, berat sekali beban ini bagiku, kalau tidak, mengapa aku berani melepaskanmu.
aku terlalu banyak berfikir.
aku terlalu banyak bicara.
aku terlalu banyak memberimu harapan.
aku yg kacaukan segalanya.
aku yg merubah hidupmu, memberi sakit yg seharusnya tak ada.
aku dalangnya.